Nama asli Syaikh Siti Jenar adalah Raden Abdul Jalil. Ada juga yang menyebutnya dengan nama Syaikh Hasan Ali, salah seorang tokoh keturunan Rasulullah Saw. Ia adalah tokoh yang dianggap sebagai sufi, dan salah seorang wali penyebar  agama Islam di Jawa, khususnya di wilayah Jepara. Asal usul serta sebab kematian Syekh Siti Jenar tidak diketahui dengan pasti karena ada banyak versi yang simpang-siur mengenai dirinya dan akhir hayatnya. Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya. Selain di kompleks Mantingan, Makam Syaikh Abdul Jalil (Syaikh Siti Jenar) juga terdapat berbagai tempat, seperti di Desa Lemah Abang, Kecamatan Keling Jepara. Tempat yang diyakini makamnya juga ditemukan di beberapa titik di Jawa Barat, seperti Garut dan Cirebon.

Syekh Siti Jenar atau Syaikh Abdul Jalil dikenal karena ajarannya, Manunggaling Kawula Gusti (penjawaan dari wahdatul wujud). Ajaran ini bukanlah ajaran baru dalam dunia Islam. Hulul, nama lain dari ajaran ini, mula-mula diajarkan oleh Al-Hallaj, seorang wali dari Persia yang berujung pada kematiannya. Ajaran ini menyebar dari Persia, ke India, hingga akhirnya, Nusantara. Di Jawa, ajaran ini dipelopori oleh Syaikh Siti Jenar dan karenanya, ia dianggap sesat oleh para Wali. Sementara yang lain menganggapnya sebagai seorang intelek yang telah memperoleh esensi Islam. Tidak heran, pengikut Syaikh Siti Jenar juga tidak sedikit, di antaranya adalah Ki Ageng Kebo Kenanga di Pengging, Sunan Panggung, dan Ki Amongraga (Rahimsyah, 2006; Lihat pula Zoetmulder, 1990). Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya yang berisi tentang budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo. Oleh karena itu, Syaikh Siti Jenar yang semula masuk dalam jajaran Walisongo, mendapat pertentangan dari internal mereka sendiri. Titik pertentangan itu terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo. Dalam siding para wali yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus, Syaikh Siti Jenar mendapat hukuman mati.

Berbeda dari makam wali-wali yang lain, Makam Syekh Siti Jenar yang ada di kompleks Mantingan Jepara, berada di dalam tembok tanpa atap, seluruh nisannya ditutup dengan kain berwarna hijau. Meskipun ia sosok yang penuh kontroversi, ia tetap mendapatkan tempat di hati masyarakat Jepara. Bagi beberapa orang, esensi Islam memanglah menyatu dengan Tuhannya. Tidak heran jika pada masa kemudian, Syaikh Abdul Jalil atau Syaikh Siti Jenar mendapatkan gelar baru, yakni Sunan Jepara. Meskipun banyak orang meyakini bahwa sosok Syaikh Siti Jenar memang benar adanya, namun makamnya tidak benar-benar ada. Beberapa orang meyakini bahwa makam yang ada hanyalah sebuah tetenger (penanda eksistensi). Dikisahkan, setelah wafat karena mendapat hukuman mati oleh para wali, jasad Syekh Siti Jenar dimakamkan di kompleks pemakaman Masjid Demak.