R. Ng. Yasadipura lahir pada subuh, 1729 dengan nama Bagus Banjar, sehingga ia juga dipanggil Jaka Subuh. Sejak usia 8 tahun, ia telah berguru kepada Kyai Hanggamaya di Bagelen, Kedu yang menjadi sahabat karib kakeknya. Kyai Hanggamaya mengajari Bagus Banjar cara menulis Jawa dan Arab, membaca buku sastra dan Al-Quran, serta menjalani syariat Islam. Bagus Banjar juga belajar dasar-dasar kebatinan melalui laku tapa, melatih kesabaran dengan mutih 40 hari, ngrowot (hanya makan sayuran), ngebleng (puasa makan, minum, dan puasa hubungan badan selama 24 jam), berlatih ilmu kanuragan, dan belajar pengetahuan lainnya. Bagus Banjar pulang ke Pengging pada usia 14 tahun.

Bagus Banjar mulai mengabdi kepada Paku Buwana II di Keraton Kartasura saat pecah Geger Pecinan pada 1667. Bersama dengan Pangeran Wijil IV dan Tumenggung Arung Binang, R. Ng. Yasadipura ikut berjasa dalam memindahkan Keraton Kartasura ke Desa Sala yang kemudian menjadi pusat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Setelah di Surakarta, Yasadipura lalu diangkat menjadi abdi dalem kadipaten dan tinggal di bekas Kedung Kol yang sekarang disebut Yasadipuran. R. Ng. Yasadipura tidak hanya mengabdi kepada Paku Buwana II, namun juga mengabdi pada Paku Buwana III dan IV. R. Ng. Yasadipura wafat pada 1802, di tahun kelahiran cicitnya yang bernama Ranggawarsita. Ranggawarsita inilah yang mewarisi kepujanggaan Yasadipura dari kakeknya, Yasadipura II.

Yasadipura II, juga dimakamkan di kompleks ini. Seperti halnya ayahnya, Yasadipura I, ia juga berkarier menjadi pujangga keraton yang termasyhur. Nama kecilnya adalah Bagus Wasisto dan lahir pada 1760 (Komite Ranggawarsita, 1979: 79). Sebagai seorang calon pujangga, masa mudanya diisi dengan belajar di beberapa pesantren. Salah satu pesantren yang ia tuju adalah Pesantren Tegalsari di Ponorogo. Di pesantren ini, ia belajar berbagai khasanah Islam yang hampir pasti memengaruhi karya-karyanya pada masa-masa berikutnya (Sukri, 2004: 4). Ia melahirkan banyak karya besar, salah satunya adalah Serat Nitisastra. Sebagian isi serat ini, sebagaimana dikutip oleh Sukri (2004: 8), adalah sebagai berikut.

Mamanising panembah pamuji

Kang minangka pandoning wardaya

Mring kang karya ngalam kabeh

Baka kodrat punika ingkang sipat Rahman lan Rahim

Kang murba misesa

Djagat isinipun

Ping kalih marang utusan

Kanjeng Nabi Muhammad ing sinelir

Myang kulawarganira

Artinya,

Agar kehendak hati dapat tercapai

yang pertama kepada

Yang Mahakuasa yang menciptakan alam seluruhnya

Perkasa lagi bersifat pengasih dan Penyayang

Yang menguasai

Alam seisinya

Sedangkan yang kedua segala puji bagi utusan

Yang dikasihi, yaitu kanjeng Nabi Muhammad

Beserta keluarganya

Dari gambaran di atas, jelas bahwa Yasadipura II, ingin menegaskan keislamannnya dengan memuji kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad saat membuka serat. Hal ini sekaligus menjadi penegas, kaitan antara kasusastraan Jawa dengan Islam dan menjadi ciri sastra-sastra yang berkembang pada waktu itu.