Pendirian Kadipaten Pakualaman secara resmi adalah setelah penobatan Sri Paku Alam I pada Senin, 29 Juni 1812. Namun, kontrak politik antara Sri Paku Alam I dengan Letnan Gubernur Inggris, Raffles yang ditandatangani oleh J. Crawfurd baru dibuat pada 17 Maret 1813 (Poerwokoesoemo, 1985: 148). Bulan dan tahun kontrak politik itu, sama dengan pendirian Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta, sebagai wujud perjanjian antara Belanda dengan Sri Mangkunegara I (Dwiyanto, 2009: 2, 7). Sebagai akibat dari perjanjian-perjanjian itu, sampai dengan abad ke-19, Kerajaan Mataram terbagi menjadi empat bagian kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Masing-masing termasuk Pakualaman memiliki wilayah otonomi sendiri. Namun demikian, di Yogyakarta, pada masa-masa republik, pemerintahan Pakualaman berintegrasi dengan Kasultanan Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti terkandung dalam Amanat 30 Oktober 1945 (Moedjanto, 1994: 83).

Di teras pendapa, terdapat seperangkat gamelan yang dimainkan setiap Minggu Pon. Di dalam pendapa, terdapat bangunan-bangunan yang sebagian berfungsi sebagai ruang tamu, tempat upacara, dan tempat tinggal sehari-hari Sri Paku Alam beserta keluarga besar Pura Pakulaman. Pura Pakualaman juga memiliki perpustakaan dan museum yang dapat dikunjungi pada hari-hari tertentu. Kedua tempat ini memamerkan koleksi-koleksi naskah berupa babad dan peninggalan sejarah sejak masa Paku Alam I hingga VIII. Sebuah buku mengenai Katalog Naskah-Naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (2005) dan Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman: Periode Paku Alam II (1830-1858) (2016) yang disusun oleh Sri Ratna Saktimulya, dapat memberikan gambaran mengenai naskah-naskah koleksi yang dimiliki oleh Pura Pakulaman. Museum memiliki tiga ruangan utama. Pada ruang pertama, terdapat silsilah atau struktur keluarga yang menerangkan bahwa Paku Alam I adalah putra dari Sultan Hamengku Buwana I dan juga keturunan dari Raja Brawijaya V dari Majapahit. Selain silsilah, ruangan ini juga memamerkan foto-foto Sri Paku Alam II hingga VIII dalam ukuran yang cukup besar. Dokumen perjanjian politik antara Inggris dan Belanda yang menandai pendirian kekuasan Pakualaman juga disimpan di ruangan ini bersama atribut-atribut “kerajaan” lainnya.

Pada ruang kedua, terdapat koleksi senjata, perangkat busana Sri Paku Alam dan permaisuri serta para prajurit. Terdapat pula satu set tombak dan perisai yang digunakan dalam tarian Banda Yuda. Tarian ini diciptakan pada masa Paku Alam V dan merupakan sebuah bentuk latihan perang terselubung agar tidak diketahui oleh Belanda. Pada ruang ketiga, disimpan koleksi kereta kuda Kyai Manik Kumala, hadiah Raffles kepada Paku Alam I pada 1814.