Di dalam kompleks makam, terdapat makam-makam para pendiri mataram, yakni Ki Ageng Pamanahan, Panembahan Senapati, dan Sinuhun Seda Krapyak (Prabu Hanyakrawati) berikut keluarga beserta tokoh-tokoh mataram yang lain, seperti Nyai Ageng Nis, Panembahan Jayaprana, Nyai Ageng Pati, Ki Ageng Juru Martani, Nyai Ageng Mataram, Kanjeng Pangeran Gagak Bening, Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, dan Ki Mangir Wonabaya. Semua makam tokoh-tokoh utama, berada di sebuah bangunan besar. Namun, sosok yang terakhir disebut, yakni Ki Mangir Wanabaya, separuh tubuhnya berada di dalam dan separuhnya di luar makam. Di atas makam Panembahan Senapati terdapat pula balok Kyai Tunggul Wulung, kendaraan sang panembahan untuk menemui sang penguasa Pantai Selatan. 

Masjid Tua Kota Gede semula adalah sebuah langgar (musholla) yang dibangun oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Langgar tersebut adalah langgar sederhana yang terbuat dari kayu. Pada masa Paku Buwana X, raja dari Kasunanan Surakarta yang kaya raya, melakukan renovasi langgar menjadi sebuah masjid yang megah berbahan besi. Mimbar yang digunakan khotib menyampaikan khutbah yang ada di dalam masjid adalah upeti dari Adipati Palembang ketika Sultan Agung berkuasa di Pleret. Selain mimbar, di dalam masjid, tepatnya di teras Masjid Tua Kota Gede terdapat bedug yang berusia sangat tua, hadiah dari Nyai Pringgit yang berasal dari Desa Dondong, Kulon Progo. Atas jasanya itu, keturunan Nyai Pringgit mendapatkan hak untuk menempati sebuah wilayah di sekitar masjid yang dinamakan dengan nama leluhurnya, Dondongan. Di halaman depan masjid, terdapat pula sebuah prasasti setinggi tiga meter yang menandakan tokoh di balik renovasi masjid, yakni Susuhunan Paku Buwana X. Di bagian atas prasasti terdapat mahkota lambang Kasunanan Surakarta, sedangkan di sebelah selatan prasasti terdapat sebuah jam sebagai penanda waktu salat.

Selain makam dan masjid, di kompleks ini juga terdapat Sendang Saliran. Sendang tersebut terbagi menjadi dua, yakni sendang putri (perempuan) dan sendang kakung (laki-laki). Sendang ini dialiri oleh air yang mengalir tepat di bawah makam dan masuk melalui lubang saluran di bawah sendang. Ikan berjenis lele, hidup di dalam sedang ini. Konon, Sendang Saliran dibuat oleh Ki Ageng Pamanahan dan anaknya, Danang Sutawijaya. Menurut cerita, dahulu seekor kura-kura hidup dan dipelihara di dalam sendang. Kura-kura diberi nama Kyai Duda Rejah hidup selama 100 tahun sebelum kematiannya pada 1987 dan dimakamkan di dekat sendang kakung.