Jasirah adalah sebuah platform yang menyediakan informasi pariwisata di Jawa Tengah secara tematik. Destinasi wisata yang disajikan dikelompokkan berdasarkan sejarah sejak zaman kerajaan hingga masa kini. Harapannya para wisatawan dapat mendapatkan pengalaman yang lengkap, berupa cerita sejarah, keterkaitan antardestinasi, dan jalur wisata (travel pattern), ketika berkunjung ke destinasi wisata yang terdapat pada platform Jasirah.

Read More

Sinopsis Jasirah

Mataram Islam

Sejarah Kerajaan Mataram IslamMataram Islam dimulai ketika Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi bupati di Mataram. Hadiah ini merupakan imbalan atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Selain itu, putranya yaitu Sutawijaya diambil sebagai anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Pada tahun 1575, Ki Ageng Pemanahan wafat, kemudian Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Namun Sutawijaya tidak puas hanya menjadi bupati dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa. Sehingga Sutawijaya memperkuat sistem pertahanan Mataram. Hal ini diketahui oleh Hadiwijaya, sehingga ia mengirim pasukan untuk menyerang Mataram. Peperangan sengit terjadi pada tahun 1582, dimana prajurit Pajang menderita kekalahan. Di samping itu, keadaan Sultan Hadiwijaya dalam keadaan sakit dan kemudian wafat. Kemudian terjadilah perebutan kekuasaan di antara para bangsawan Pajang. Pangeran Pangiri yang merupakan menantu Hadiwijaya sekaligus bupati Demak datang menyerbu Pajang untuk merebut tahta. Namun, hal ini ditentang oleh para bangsawan Pajang yang bekerja sama dengan Sutawijaya. Akhirnya, Pangeran Pangiri dikalahkan dan diusir dari Pajang. Setelah kondisi mulai aman, Pangeran Benawa, putra Hadiwijaya menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya. Kemudian pusat pemerintahan dipindah ke Mataram pada tahun 1586. Dan berdirilah Kerajaan Mataram.

Read More

Mataram Hindu-Budha

Kerajaan Mataram Kuno sendiri pernah berada di bawah kekuasaan 3 wangsa. Ketiga wangsa tersebut ialah Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya sendiri merupakan pemeluk agama Hindu beraliran Syiwa, Wangsa Syailendra adalah pengikut agama Budha. Sedangkan Wangsa Isana adalah wangsa yang masih baru dan didirikan oleh Mpu Sindok. Raja pertama yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno ialah Raja Sanjaya. Sanjaya adalah pendiri Wangsa Sanjaya yang menganut agama Hindu. Selanjutnya Sanjaya diganti oleh Rakai Panangkaran yang pindah ke agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah wangsa Isana menjadi berkuasa. Meski demikian, agama Hindu dan Budha berkembang bersama. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno berada di wilayah aliran sungai Bogowonto, Elo, Progo dan Bengawan Solo, Jawa Tengah. Mataram Kuno dipimpin oleh Sana, kemudian setelah Sana wafat kepemimpinan jatuh pada Sanjaya, keponakannya. Di saat yang sama, kepemimpinan Sri Maharaja Rakai Panangkaran di Jawa Tengah berdiri dinasti baru yang menganut agama Budha yaitu dinasti Syailendra. Perkembangan dinasti ini menyingkirkan kedudukan dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu. Dan demi memperkuat kekuasaan, kedua dinasti bergabung. Yaitu dengan menikahkan Putri Pramodhawarni (Syailendra) dan Rakai Pikatan (Sanjaya).

Read More

Masa Kolonial

Pada awal abad ke-20, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah kebijakan. Pemerintah kolonial Belanda yang semula melakukan eksploitasi terhadap Indonesia, mulai menaruh perhatian terhadap keprihatinan atas kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebijakan tersebut dinamakan dengan “Politik Etis”. Meskipun demikian, dalam realitasnya, kebijakan Politik Etis lebih banyak janji daripada pelaksanaannya (Ricklefs, 2010: 327). Politik Etis memiliki tiga slogan, yaitu irigasi, emigrasi, dan edukasi. Irigasi yaitu membangun dan memperbaiki pengairan untuk pertanian; emigrasi, yaitu mendorong penduduk melakukan transmigrasi; dan edukasi, yaitu memperluas bidang pendidikan dan pengajaran (van Deventer, 1899 dalam Kartodirdjo, 2014: 38-39).   Pada akhir abad ke-19, telah berdiri sekolah-sekolah Eropa dan Politik Etis telah memperluas sekolah-sekolah tersebut. Sekolah-sekolah tersebut didirikan untuk memenuhi kebutuhan pegawai di pemerintahan Hindia-Belanda. Namun, hanya anak-anak orang Eropa dan sebagian kecil priyayi Jawa, yang dapat memasuki sekolah-sekolah ini (van Niel, 1984: 41). Untuk membentuk jiwa pegawai yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah, saat para priyayi muda memasuki pendidikan Sekolah Lanjutan Atas atau Hogere Burger School (HBS), misalnya, mereka harus meninggalkan lingkungan keluarga mereka untuk hidup bersama-sama dengan orang-orang Eropa yang murni. Hal ini agar moral dan intelektual berkembang lebih sehat, daripada jika mereka tetap di lingkungan keluarga asal mereka (Sutherland, 1979: 86).    Hal itu telah melahirkan sebuah generasi yang berpikiran maju, yang mahir menulis dan berbahasa Belanda, seperti Pangeran Ario Tjondronegoro IV (Bupati Kudus pada 1836 dan Demak pada 1850-1866). Ia menggaji seorang guru Bahasa Belanda bernama C.E. van Kesteren, untuk mengajar anak-anaknya. Usaha Pangeran Ario Tjondronegoro IV tersebut berhasil. Keempat anaknya yang dididik oleh C.E. van Kasteren, semuanya menjadi bupati. Pertama, adalah R.M.A.A. Sosroningrat (Bupati Jepara 1880-1905), ayah dari R.A. Kartini, yang memasukkan anak perempuannya ke Europeesche Lagere School (ELS) setempat. Sesuatu yang tidak umum untuk anak gadis bersekolah saat itu. Kedua, R.M.A. Poerbodiningrat, Bupati Kudus dan Brebes yang banyak menulis artikel serta buku dalam Bahasa Jawa. Ketiga, R.M.A.A. Poerbodiningrat (Bupati Demak pada 1811-1915). Keempat, P.A. Adiningrat, yang mendapatkan pendidikan teknologi di Delf pada 1871. Setelah ayahnya meninggal, ia memasuki dinas pangreh praja (Sutherland, 1979: 101).      Sementara, mereka yang tidak bisa mengakses sekolah Eropa, memilih belajar kepada para kiai atau mengaji di pesantren-pesantren. Pengajaran Alquran, adalah bentuk pendidikan paling sederhana dari contoh ini. Jika pola pengajaran ini lebih bersifat individual, maka pesantren lebih bersifat institusional. Sebagai pendidikan lanjutan, di pesantren, para pelajar mempelajari kitab-kitab kuning dalam berbagai disiplin ilmu, seperti teologi (tauhid), fikih (hukum Islam), dan tasawuf (sufisme). Kedua pola ini, yaitu pendidikan Eropa dan pesantren, tampaknya diikuti pula oleh beberapa priyayi, seperti P.A.A. Achmad Djajadiningrat di Banten (Steenbrink, 1974: 10-14). Di Semarang, melalui kiai Jawa yang termasyhur, salah satunya adalah Kiai Saleh Darat, sebuah jaringan keilmuan terjalin antara Jawa dengan pusat pengajaran Islam, yaitu Makkah dan Madinah (Mas’ud, 2006).  

Read More

Ayo install Aplikasi Jasirah di Play Store untuk menikmati fitur penjelajah situs Mataram Islam & Mataram Hindu Budha.

Download Sekarang

Most Popular Event

Blog

Hari Jadi Kota Kudus

Kabupaten Kudus

Hari Jadi ke-475 Kabupaten Kudus diperingati tiap tanggal 23 September. Hari Jadi dirayakan denga parade Kirab, apel hari jadi, ziarah ke makam mantan-mantan Bupati di Kompleks Pemakaman Sidomukti, tasyakuran dan beberapa kegiatan di Al Aqsa/ Masjid Menara yang dilanjutkan dengan ritual keagamaan seperti doa bersama dan tahlil. Selain kegiatan yang bersifat seremoni, juga dimeriahkan berbagai pagelaran seni dan budaya yang melibatkan para pelaku seni dan ekonomi kreatif yang ada di Kabupaten Kudus.

Read More
Blog

Festival Bebek Bentisan

Desa Sukomarto, Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung

Festival Bebek Bentisan merupakan tradisi tahunan warga setempat yang sebagian besar peternak Bebek yang diselenggarakan tiap hari Jumat kedua bulan Mulud. Tradisi ini diadakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan upaya melestarikan adat budaya peninggalan nenek moyang. Masyarakat setempat mempercayai bebek bentisan merupakan peninggalan Sayyid Abdurrahman, seorang Tumenggung kerajaan Mataram Islam yang menyebarkan ajaran Islam di daerah ini.

Read More
Blog

Sedekah Kupat

Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap

Sedekah Ketupat merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap Barat, terutama Kecamatan Dayaeuhluhur dan Wanareja. Tradisi ini bermula sekitar abad 16, ketika pasukan Siliwangi siap berperang melawan pasukan Kerajaan Demak. Rombongan dari tanah pasundan tersebut melintas di kawasan yang kini dikenal sebagai wilayah Kecamatan Dayaeuhluhur. Masyarakat setempat lantas memberikan sambutan dengan memberikan bekal berupa ketupat untuk pasukan Siliwangi. Selanjutnya, tradisi ini terus dilakukan sebagai pesan bawa masyarakat Dayaeuhluhur sangat mengagungkan para tamu. Masyarakat setempat akan menyambut, menjamu, dan menjamin keselamatan setiap tamu selama berada di Dayaeuhluhur. Tradisi dilaksanakan tiap hari Rabu terakhir bulan Sapar (Kalender Jawa).

Read More
Blog

Rebo Wekasan

Desa Jepang Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus

Tradisi Rebo Wekasan digelar oleh warga Desa Jepang pada hari Rabu terakhir di bulan Sapar (kalender Jawa) agar terhindar dari musibah. Acara diisi dengan khataman Al-Qur’an, doa pembagian dan minum air aziamat (Salamun), selametan, dan shalat sunat.

Read More
Blog

Haul KH Bisri Mustofa

Pondok Pesantren Roudlotul Tholibin, Leteh, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang

KH Bisri Mustofa adalah pendiri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin. Beliau terkenal sebagai oratur ulung. Karya tulis salah satunya adalah tafsir Al-Quran berbahasa jawa dengan tulisan pegon, (Al-Ibris) 30 Juz. Haul digelar setiap tanggal 5 Robiul Awal.

Read More
Blog

Haul KH Ma’shum Ahmad

Desa Soditan, Lasem, Kabupaten Rembang

Setiap tanggal 6 Rabiul Awal di komplek Pondok Pesantren Al-Hidayat Desa Soditan diselenggarakan Haul KH Ma'shum Ahmad. Makam beliau berada di sebelah utara Masjid Jami' Lasem. Haul dihadiri oleh ulama dari berbagai daerah.

Read More
Blog

Grebeg Rolasan

Pantai Mliwis, Desa Kenoyojayan, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen

Warga Desa Kenoyojayan memiliki tradisi unik yang selalu digelar saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yakni Grebeg Rolasan. Rolasan mempunyai arti 12 yang berasal dari tanggal hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal. Warga desa mengarak gunungan menuju pantai. Gunungan berisi palawija, seperti umbi dan singkong, cabai, jagung, terong, tomat, maupun buah-buahan. Gunungan ini berakhir dengan diperebutkan oleh warga dan diyakini membawa keberkahan.

Read More
Blog

Ampyang Maulid

Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus

Ampyang Maulid menjadi tradisi peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ciri khas Ampyang Maulid ialah kirab yang gunungan nasi kepal berisi lauk dan sayuran yang dibungkus daun jati. Nasi kepal diarak keliling Desa kemudian dibagikan kepada warga di halaman Masjid Jami’ At Taqwa atau dikenal dengan Masjid Wali Loram Kulon.

Read More
Blog

Tradisi Meron

Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati

Meron merupakan tradisi memperingati hari kelahiran Muhammad SAW berupa arak-arakan gunungan setinggi 3 meter (yang terbuat dari rengginang) dan diatasnya diberi simbol ayam jantan. Sebanyak 13 buah gunungan yang melambangkan 13 perangkat desa dikirab dari masing-masing rumah perangkat desa, lalu bersama warga dengan diiringi atraksi kesenian dengan harapan diberikan keberkahan dengan hidup yang layak. Tradisi ini mirip dengan grebeg Maulid (Sekaten) yang ada di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.

Read More
Blog

Kalibening Culture Heritage

Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas.

Setiap tahun pada bulan Maulud, masyarakat Dusun Kalibening melaksanakan tradisi jamasan pusaka di Sumur Pesucen yang berada tidak jauh dari makam Mbah Kalibening. Tradisi tersebut dikemas dalam Kalibening Culture Heritage yang dimeriahkan dengan acara-acara menarik lainnya, seperti membaca naskah kuno, macapat, hadroh, pentas kesenian tradisional, dan lain-lain.

Read More
Blog

Haul Ki Ageng Ngerang Juwana

Makam Ki Ageng Ngerang, Desa Trimulyo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati

Haul Ki Ageng Ngerang diselenggarakan tiap tanggal 17 Rabiul Awal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenang jasa dan pengabdiannya dalam syiar agama Islam di Desa Trimulyo.

Read More
Blog

Pawai Pajang Jimat

Stadion Hoegeng - Jl. Dr Wahidin Kelurahan Noyontaan, Kota Pekalongan

Pawai Panjang Jimat merupakan acara tahunan yang digelar dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan biasanya diselenggarakan di bulan Oktober atau di akhir bulan Mulud. Pawai ini melibatkan berbagai elemen yang ada di masyarakat, mulai dari TNI Polri, Forkopimda Kota Pekalongan, FKUB, organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan. Pawai ini menampilan tarian marching band, sufi, santri, tari-tarian, barongsai, dan sebagainya.

Read More
Blog

Festival Rewandha Bojana

Kompleks Masjid Saka Tunggal, Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas

Rewandha Bojana merupakan tradisi memberi makan ratusan kera di kompleks Mesjid Saka Tunggal. Selama ratusan tahun, keberadaan monyet-monyet tersebut menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Pada musim kemarau, sumber makanan kera menipis, kemudian warga memberi makanan untuk kera-kera melalui Festival Rewandha Bojana. Gunungan yang dipersembahkan untuk makanan kera berekor panjang ini dihias menarik berbentuk rangkaian dari sayur mayur dan buah buahan.

Read More
Blog

Nyadran Gunung Silurah

Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang

Tiap malam Jumat Kliwon bulan Jumadil Awal dalam penanggalan Islam, warga Desa Silurah menggelar tasyakuran berkeliling desa sambil memanjatkan doa. Keesokan harinya, tokoh adat memotong kambing kendit berbulu hitam dan lingkar putih di dadanya bertempat di lereng Gunung Ronggokusumo. Pemotongan kambing diiringi gending Jawa, lalu sesepuh adat naik ke gunung untuk mendoakan leluhur.

Read More
Blog

Haul Raden Fatah

Masjid Agung Demak, Kabupaten Demak

Pengajian akbar yang dihadiri oleh masyarakat dalam rangka memperingati wafatnya Raden Fatah sebagai Sultan Demak yang pertama. Beliau wafat pada tanggal 13 Jumadil Akhir 924 H (1518 M)

Read More